KOPERASI - Dalam dinamika perekonomian yang terus berkembang, koperasi memegang peranan penting sebagai motor penggerak ekonomi rakyat. Sebagai entitas ekonomi yang berbasis pada prinsip kebersamaan dan keanggotaan sukarela, koperasi tidak hanya bertujuan mencari keuntungan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun, satu isu yang terus menjadi hambatan klasik sekaligus krusial bagi perkembangan koperasi adalah permodalan. Di sinilah letak paradoks: koperasi diakui sebagai pilar ekonomi nasional, tetapi justru rentan dalam aspek yang paling fundamental—modal usaha.
Permodalan koperasi adalah darah kehidupan yang mengalirkan energi ke seluruh aktivitas ekonomi koperasi. Tanpa modal yang cukup dan terkelola dengan baik, koperasi akan terhambat dalam mengembangkan usaha, memperluas layanan, atau bahkan bertahan dari tekanan pasar. Modal bukan sekadar instrumen finansial, melainkan representasi dari komitmen anggota dan kepercayaan pihak luar terhadap keberlangsungan koperasi.
Sumber modal koperasi terbagi menjadi dua kategori besar: internal dan eksternal. Modal internal, seperti simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, dan dana cadangan, mencerminkan partisipasi aktif anggota. Model ini memperlihatkan prinsip kemandirian koperasi, tetapi sekaligus mengungkapkan keterbatasan. Realitanya, mayoritas anggota koperasi berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah, sehingga kontribusi modal mereka sering kali tidak memadai untuk mendanai ekspansi usaha yang signifikan.
Sementara itu, modal eksternal—baik dari pinjaman lembaga keuangan, penyertaan modal pihak ketiga, hingga dana bergulir pemerintah—menjadi pilihan yang semakin relevan dalam konteks koperasi modern. Namun, akses ke sumber ini sering kali terhambat oleh kelemahan tata kelola koperasi, rendahnya literasi keuangan pengurus, serta minimnya transparansi laporan keuangan. Banyak koperasi gagal memenuhi persyaratan pembiayaan karena tidak memiliki sistem manajemen yang profesional dan akuntabel.
Ironisnya, di saat negara memerlukan lembaga ekonomi yang mampu menjangkau akar rumput, koperasi masih tertatih-tatih dalam aspek permodalan. Padahal, potensi koperasi untuk berkontribusi dalam pengurangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja sangat besar. Permasalahan ini memunculkan tuntutan akan reformasi struktural dalam pengelolaan koperasi, khususnya dalam aspek modal.
Solusi tidak cukup dengan hanya meningkatkan jumlah pinjaman atau memberikan hibah. Yang lebih mendasar adalah membangun ekosistem keuangan koperasi yang sehat. Partisipasi anggota harus dikuatkan melalui literasi keuangan dan sistem insentif yang adil. Pemerintah juga perlu hadir bukan hanya sebagai pemberi dana, tetapi sebagai fasilitator yang membangun sistem pelatihan, pengawasan, dan digitalisasi koperasi secara menyeluruh. Di sisi lain, koperasi juga harus membuka diri terhadap pola kemitraan baru, seperti kolaborasi dengan BUMN, sektor swasta, dan bahkan investor sosial yang tertarik pada model ekonomi berbasis komunitas.
Kesimpulannya, permodalan bukan sekadar aspek teknis dalam manajemen koperasi. Ia adalah refleksi dari kesehatan organisasi, tingkat kepercayaan publik, serta kesiapan koperasi untuk tumbuh menjadi pemain ekonomi yang relevan di tengah era disrupsi. Untuk itu, membenahi permodalan koperasi adalah langkah strategis yang tidak dapat ditunda, karena masa depan koperasi—dan sebagian besar rakyat yang menggantungkan harapan padanya—bergantung pada kekuatan modal yang dimilikinya.
Jakarta, 24 Mei 2025
Dr. Ir. Hendri, ST., MT
Ketua Umum Koperasi Dapur Santri Nusantara